Jumat, 11 Desember 2015

LAPORAN PENDAHULAN STROK NON HEMORAGIK (SNH)

 LAPORAN PENDAHULUAN
A.  KONSEP MEDIS
1.    Definisi
Stroke atau cedera serebrovascular (CVA), adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovasculer selama beberapa tahun. (Keperawatan Medikal Bedah volume 3, 2002).
2.    Etilogi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu :
-     Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher. Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral, yang adalah penyebab paling umum dari stroke.
-     Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain. Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis infektif, penyakit jantung reumatik dan infark miokard, serta infeksi pulmonal, adalah tempat-tempat di asal emboli.
-     Iskemia serebral (insufisiensi suplay darah ke otak) terutama karena kontriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
Menurut Price dan Wilson (2002) faktor pencetus stroke adalah sebagai berikut :
-     Fibrilasi Atrium atau juga dikenal dengan sebutan FA merupakan bentuk gangguan irama jantung, yang sering disebut aritmia, yang paling umum ditemui di dunia. Ketidakteraturan denyut jantung (aritmia) yang berbahaya ini menyebabkan ruang atas jantung (atrium), bergetar dan tidak berdenyut sebagaimana mestinya, sehingga darah tidak terpompa sepenuhnya, yang pada gilirannya dapat menyebabkan pengumpulan dan penggumpalan darah. Gumpalan ini dapat terbawa sampai ke otak, menyumbat pembuluh arteri, dan mengganggu pasokan darah ke otak. Situasi ini seringkali menjadi awal dari serangan stroke yang gawat dan mematikan. FA meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan stroke iskemik (stroke akibat penyumbatan pembuluh darah) sampai dengan 500% yang berpotensi melumpuhkan bahkan mematikan.
-     Diabetes mellitus, meningkatkan kemungkinan aterosklerosis pada arteri koronaria, femoralis dan serebral, sehingga meningkatkan pula kemungkinan stroke sampai dua kali lipat bila dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes.
-     Hipertensi adalah Peningkatan tekanan darah yang ringan atau sedang (borderline) sering dikaitkan dengan kelainan kardiovaskuler, sedangkan pada peningkatan tekanan darah yang tinggi, stroke lebih sering terjadi.
-     Merokok merupakan faktor resiko tinggi terjadinya serangan jantung dan kematian mendadak, baik akibat stroke sumbatan maupun perdarahan.
Resiko terjadinya stroke, dan infark otak pada khususnya, meningkat seiring dengan peningkatan jumlah rokok yang dikonsumsi, baik pada laki-laki ataupun wanita.
3.    Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total).
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya peristiwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.
4.    Manifestasi klinis
Gejala dan tanda yang sering dijumpai pada penderita stroke adalah :
-       Adanya serangan defisit neurologis/ kelumpuhan fokal, seperti : hemiparesis (lumpuh sebelah badan yang kanan atau yang kiri saja).
-       sebelah badan terasa kesemutan atau terbakar.
-       Mulut atau lidah mencong jika diluruskan.
-       Sukar bicara atau bicara tidak lancar dan tidak jelas.
-       Kesulitan melihat, menelan, berjalan, menulis, membaca, serta tidak memahami tulisan.
-       Kecerdasan menurun dan sering mengalami vertigo (pusing atau sakit kepala).
-       Penglihatan terganggu, sebagian lapangan pandangan tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan gelap atau ganda sesaat (hemianopsia).
-       Tuli satu telinga atau pendengaran berkurang.
-       Emosi tidak stabil, seperti mudah menangis dan tertawa.
-       Kelopak mata sulit dibuka dan selalu ingin tertidur.
-       Gerakan tidak terkoordinasi, seperti : kehilangan keseimbangan.
-       Biasanya diawali dengan Transient Ischemic Attack (TIA) atau serangan stroke sementara.
-       Gangguan kesadaran seperti pingsan bahkan sampai koma.
5.    Pemeriksaan penunjang
1.      Pemeriksaan radiologi
a.       CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
b.      MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c.       Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
d.      Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
2.      Pemeriksaan laboratorium
a.       Fungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b.       Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
c.       Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah.
6.    Penatalaksanaan
Menurut Listiono D (1998 : 113) penderita yang mengalami stroke dengan infark yang luas melibatkan sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral hemianopsia, selama stadium akut memerlukan penanganan medis dan perawatan yang didasari beberapa prinsip:
a.       Penatalaksanaan  Medis
Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah :
1.          Penanganan suportif imun
·      Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
·      Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.
·      Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
2.     Meningkatkan darah cerebral (pada stroke non hemoragi)
·      Elevasi tekanan darah
·      Intervensi bedah
·      Ekspansi volume intra vaskuler
·      Anti koagulan
3.    Pengontrolan tekanan intracranial
·      Obat anti edema serebri steroid
·      Proteksi cerebral (barbitura)
Sedangkan menurut Lumban Tobing (2002 : 2) macam-macam obat yang digunakan :
1.        Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
2.        Obat anti koagulasi : heparin.
3.        Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus).
4.        Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)
b.      Penatalaksanaan Keperawatan
·         Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah  dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
·         Tanda-tanda vital diusahakan stabil
·         Bed rest
·         Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK
·         Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
·         Bila penderita tidak mampu menggunakan anggota gerak, gerakkan tiap anggota gerak secara pasif seluas geraknya.
·         Berikan pengaman pada tempat tidur untuk mencegah pasien jatuh.
c.    Perawatan pasca stroke oleh keluarga di rumah
Fisioterapi mutlak dilakukan secara rutin baik oleh fisoterapis maupun keluarga dirumah sesering mungkin yang masih bisa ditoleransi oleh penderita dengan penuh kesabaran dan jangan lupa kasih sayang, memang waktu yang diperlukan cukup panjang dengan hasil yang sangat lambat namun banyak keluarga pasien yang sabar dengan prosedur ini mendapatkan level fungsional yang cukup baik (Pambudi, 2010).
Beberapa pasien stroke terkadang mengalami kesulitan menelan dan keluarga menganggap pasien tidak mau makan dan membiarkannya sehingga pasien jatuh dalam kondisi gizi buruk bahkan dehiderasi yang dapat mengganggu pemulihan, pasien-pasien ini dapat dibantu dengan sonde di rumah sambil dilatih untuk dapat menelan dan seringkali hal ini berhasil.
Penderita stroke karena disabilitasnya sering jatuh dalam depresi, pendampingan dan dukungan keluarga serta semangat dari keluarga akan sangat menolong pemulihan.
7.    Komplikasi
-       Depresi, Inilah dampak yang paling menyulitkan penderita dan orang orang yang berada di sekitarnya. Oleh karena keterbatasan akibat lumpuh, sulit berkomunikasi dan sebagainya, penderita stroke sering mengalami depresi
-       Darah beku mudah terbentuk pada jaringan yang lumpuh terutama pada kaki sehingga menyebabkan pembengakakan yang mengganggu. Selain itu, pembekuan darah juga dapat terjadi pada arteri yang mengalirkan darah ke paru-paru sehingga penderita sulit bernafas dalam beberapa kasus mengalami kematian.
-       Memar, Jika penderita stroke lumpuh, tidak maslah seberapa parah, penderita harus sering di pindahkan dan di gerakkan secara teratur agaar bagian pinggul, pantat, sendi kaki, dan tumit tidak terluka akibat terhimpit alas tempat tidur. Bila luka-luka tidak di rawat bisa terjadi infeksi.
-       Otot mengerut dan sendi kaku, Kurang gerak dapat menyebabkan sendi menjadi kaku dan nyeri, jika otot otot betis mengkerut, kaki terasa sakit ketika berdiri dengan tumit menyentuh lantai, Hal ini biasanya di tangani oleh tenaga fisioterapi.
-       Pneumonia ( radang paru- paru ), Ketidakmampuan untuk bergerak setelah mengalami srtoke membuat pasien mungkin mengalami kesulitan menelan dengan sempurna atau sering terbatu-batuk sehingga cairan terkumpul di paru paru dan selanjutnya terjadi pnumonia.


B.  KONSEP KEPERAWATAN
1.    Pengkajian
-       kardiovakuler :
Mudah lelah, dan susah tidurAdanya riwayat penyakit jantung, MCI, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia. Dan hipertensi arterial.
-       Digestif:
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
-       Respirasi:
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
Aspirasi irreguler, suara nafas, whezing,ronchi.
-       Muskuloskeletal:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, paralisis, hemiplegi
-       Integumen:
hilangnya rasa, gangguan atau kerusakan integritas kulit, turgor kulit jelek
-       Neurologi:
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka. Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka. Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury, Perubahan persepsi dan orientasi, Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi, Tidak mampu mengambil keputusan. Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi. Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
-       Urinari :
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
-       Belajar mengajar:
Pergunakan alat kontrasepsi, Pengaturan makanan, Latihan untuk pekerjaan rumah.
2.    Daftar diagnosa
-       Ketidakefektifan Bersihan jalan napas
-       Nyeri akut
-       Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh
-       Gangguan menelan
-       Gangguan persepsi sensori : penglihatan
-       Hambatan Komunikasi Verbal
-       Inkontinensia Urine:refleks
-       Inkontinensia Defekasi
-       Hambatan mobilitas fisik
-       Gangguan Citra Tubuh
-       Defisit Perawatan Diri (mandi, berpakaian, makan, eliminasi)
-       Defisiensi Pengetahuan
-       Resiko Jatuh


3.    Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
1.
Bersihan jalan napas tidak efektif
Definisi :
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.
Batasan Karakteristik:
ü  Dispneu, Penurunan suara nafas
ü  Orthopneu
ü  Cyanosis
ü  Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
ü  Kesulitan berbicara
ü  Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
ü  Mata melebar
ü  Produksi sputum
ü  Gelisah
ü  Perubahan frekuensi dan irama nafas
Faktor-Faktor yang berhubungan:
ü  Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi
ü  Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma.
ü  Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
NOC:
v  Respiratory status : Ventilation
v  Respiratory status : Airway patency
v  Aspiration Control

Tujuan dan Kriteria Hasil:  setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam bersihan jalan napas tidak efektof teratasi/ berkurang dengan indicator :
·         Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
·         Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
·         Mampu mengidentifikasi-kan   dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas


NIC
Airway Manajemen
1.      Monitor status oksigen pasien
2.      Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
3.      Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
4.      Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
5.      Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
6.      Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
7.      Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
8.      Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
9.      Monitor respirasi dan status O2
10.  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
11.  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
12.  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jawthrust bila perlu
13.  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
14.  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
15.  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
16.  Berikan bronkodilator bila perlu
HE
17.  Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
18.  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
19.  Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
2.
Nyeri akut
Definisi:
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan  adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional):serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Batasan karakteristik:
ü Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan dengan isyarat
ü Posisi untuk menghindari nyeri
ü Mengkomunikasikan deskriptor nyeri (misalnya rasa tidak nyaman).
Faktor yang berhubungan :
ü Agen-agen penyebab cedera (misalnya biologis, kimia, fisik dan psikologis. 

NOC :
v  Pain Level,
v  pain control,
v  comfort level

Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, nyeri berkurang atau terkontrol.
·         Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
·         Menggunakan tehnik nonfarmakologi
·         untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
·         Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
·         Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
·         Menyatakan rasa nyaman setelah
·         nyeri berkurang
·         Tanda vital dalam rentang normal

NIC
Pain Management
1.      Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
2.      Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3.      Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
4.      Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
5.      Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri
6.      Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
7.      Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
8.      Kurangi faktor presipitasi nyeri
9.      Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
10.  Tingkatkan istirahat
11.  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi dan inter personal)
12.  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
13.  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Analgesic Administration
14.  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
15.  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
16.  Cek riwayat alergi
17.  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
18.  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
19.  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
20.  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
21.  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
22.  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
23.  Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
HE :
24.  Instrusikan pasien untuk menginformasikan kepada peraway jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai
25.  Informasikan kepada klien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan.
26.  Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan  antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur
3.
Ketidakseimbangan nutrisi tubuh : kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi
Ketidakseimbangan nutrisi adalah asupan nutrisi yang tidak mencukupi kebutuhan metabolik.
Batasan Karakteristik
ü Persepesi ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
ü Kekurangan makanan
ü Tonus otot buruk
ü Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah
Faktor yang berhubungan
ü Ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan atau menyerap nurtien akibat faktor biologi :
ü Penyakit kronis
ü Kesulitan mengunyah atau menelan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam klien menunjukkan nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil:
ü Laporkan nutrisi adekuat
ü Masukan makanan dan cairan adekuat
ü Energi adekuat
ü Massa tubuh normal
ü Ukuran biokimia normal
Dengan skala :
1 = Sangat kompromi
2 = Cukup kompromi
3 = Sedang kompromi
4 =  Sedikit kompromi
5 = Tidak kompromi
Nutritiont Management
1.     Kaji makanan yang disukai oleh klien
2.    Kaji adanya alergi makanan
3.    Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
4.    Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
5.    Pantau adanya mual atau muntah.
6.    Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
7.    Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
8.    Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
9.    Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet yang tepat bagi anak dengan sindrom nefrotik.
Weight Management
10.      Diskusikan bersama pasien mengenai hubungan antara intake makanan, latihan, peningkatan BB dan penurunan BB.
11.      Diskusikan bersama pasien mengani kondisi medis yang dapat mempengaruhi BB
12.      Diskusikan bersama pasien mengenai kebiasaan, gaya hidup dan factor herediter yang dapat mempengaruhi BB
13.      Diskusikan bersama pasien mengenai risiko yang berhubungan dengan BB berlebih dan penurunan BB
14.      Perkirakan BB badan ideal pasien
Weight reduction Assistance

15. Fasilitasi keinginan pasien untuk menurunkan BB
16. Perkirakan bersama pasien mengenai penurunan BB
17. Tentukan tujuan penurunan BB
18. Beri pujian/reward saat pasien berhasil mencapai tujuan
HE
19. Dorong pasien untuk merubah kebiasaan makan
20. Ajarkan pemilihan makanan
21. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
22. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
23. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
24. Anjurkan klien untuk makan sedikit namun sering.
25. Anjurkan keluarga untuk tidak membolehkan anak makan-makanan yang banyak mengandung garam.
4.
Gangguan menelan
Definisi:
Fungsi mekanisme menelan yang tidak normal, berhubungan dengan defisit struktur atau fungsi mulut, faring atau esofagus.
Batasan karakteristik:
Gangguan fase faring
ü  Ketidaknormalan fase faring pada pemeriksaan menelan
ü  Penundaan menelan
ü  Penolakan makanan
ü  Suara serak
ü  Menelan berulang-ulang
Gangguan fase esofagus
ü  Ketidaknormalan pada fase esophagus pada pemeriksaan menelan
ü  Napas berbau asam
ü  Hematemesis
ü  Tampak kesulitan dalam menelan
ü  Muntah
Gangguan fase mulut
ü  Makanan jatuh dari mulut
ü  Makanan dikeluarkan dari mulut
ü  Kurang mengunyah
ü  kurangnya aktifitas lidah untuk membentuk bolus
ü  pembentukan bolus lambat
Faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau  mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
NOC:
·      Pencegahan Aspirasi
·      Status Menelan : Fase Esofagus
·      Status Menelan : Fase Oral
·      Status Menelan : Fase Faring

Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam gangguan menelan teratasi dengan indicator :
·      Mampu mengidentifikasi factor emosi atau psikologis yang menghambat menelan
·      Menoleransi ingesti makanan tanpa tersedak atau aspirasi
·      Tidak ada kerusakan otot tengkorak atau otot wajah, menelan, menggerakan lidah, atau reflex muntah
NIC :
Kewaspadaan Aspirasi
1.      Pantau tingkat kesadaran, refleks batuk, refleks muntah, dan kemampuan menelan.
2.      Evaluasi tingkat kenyamanan keluarga
3.      Posisikan klien tegak lurus 90 derajat atau setegak mungkin
4.      Pertahankan daun trachea inflamasi
5.      Pertahankan ketersediaan alat pengisap
6.      Makan dengan porsi sedikit
7.      Hindari cairan atau gunakan agens pengental
8.      Potong makanan kecil-kecil
9.      Pecahkan atau luaskan pil sebelum diberikan
10.  Konsultasikan dengan ahli gizi tentang makanan yang mudah ditelan
11.  Minta obat-obatan dalam bentuk eliksir
Terapi Menelan
12.  Pantaun gerakan lidah klien saat makan
13.  Pantau tanda dan gejala aspirasi
14.  Pantau adanya penutupan bibir saat makan, minum, dan menelan
15.  Pantau hidrasi tubuh (misalnya asupan, haluaran, turgor kulit, dan membrane mukosa)
16.  Kaji mulut dari adanya makanan setelah makan
17.  Berikan perawatan mulut jika diperlukan
18.  Berikan atau gunakan alat bantu, jika diperlukan
19.  Hindari minum menggunakan sedotan
20.  Bantu klien untuk menempatkan makanan di belakang mulut dan bagian yang tidak sakit
21.  Kolaborasi dengan tenaga kesehatanlainnya (misalnya ahli terapi okupasi, ahli patologi wicara dan ahli gizi) untuk memberikan kontinuitas perencanaan rehabilitasi klien
22.  Kolaborasi denga ahli terapi wicara untuk mengajarkan keluarga klien tentang program latihan menelan.
HE
23.  Ajarkan klien untuk menggapai partikel makanan di bibir atau di pipi menggunakan lidah
24.  Ajarkan klien dan pemberi asuhan tentang tindakan kegawatan terhadap tersedak
5.
Gangguan persepsi sensori : penglihatan
Definisi :
Perubahan pada jumlah atau pola stimulus yang diterima, yang disertai respons terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan, dilebihkan, disampingkan, atau dirusakkan
Batasan Karakteristik :
ü  Distorsi sensori
ü  Perubahan pola perilaku
ü  Perubahan ketajaman sensori
ü  Disorientasi
ü  Iritabilitas
ü  Gelisah
Factor yang berhubungan :
ü  Perubahan resepsi, transmisi, dan atau integrasi sensori
ü  Stimulus lingkungan yang berlebihan
ü  Stress psikologis
NOC :
v  Manajemen Waham
v  Manajemen Lingkungan
v  Pemantauan Neurologis

Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam gangguan presepsi sensori : penglihatan teratasi dengan indicator :
·       Mampu berinteraksi secara sesuai dengan orang lain dan lingkungan
·       Mampu megiterpretasikan gagasan yang dikomunikasikan oleh orang lain secara benar
·       Mengompensasi defisit sensori dengan menaksimalkan indra yang tidak rusak

NIC
Peningkatan Komunikasi : Defisit Penglihatan
1.      Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis klien
2.      Pantau tingkat kesadaran klien
3.      Identifikasi diri anda saat masuk kamar klien
4.      Tingkatkan penglihatan klien yang masih tersisa, jika diperlukan jangan memindahkan barang-barang di dalam kamar klien tanpa memberitahukan klien
5.      Mulai perujukan terapi okupasi, jika perlu
Manajemen Sensari Perifer
6.      Pantau kemampuan untuk membedakan sensasi tajam atau tumpul dan panas atau dingin
7.      Pantau terhadap parastesia : kebas, kesemutan, hiperestesia dan hipoestesia
8.      Hindari atau pantau secara ketat penggunaan dingin dan panas, seperti bantalan pemanas,botol air panas dan kemasan es
HE
9.      Ajarkan klien untuk secara visual memantau posisi bagian tubuh, jika terdapat kerusakan propriosepsi
10.  Instrusikan klien atau keluarga untuk memeriksa kulit setiap hari terhadap kerusakan integritas kulit
6.
Hambatan komunikasi verbal
Definisi :
Penurunan, keterlambatan atau tidak adanya kemampuan untuk menerima, memproses ,menghantarkan dan menggunakan system symbol (segala sesuatu yang memiliki atau menghantarkan makna).
Batasan Karakteristik :
ü  Tidak ada kontak mata atau kesulitan dalam kehadiran tertentu
ü  Kesulitan mengungkapkan pikiran secara verbal (misalnya afasia, disfasia, apraksia, dan disleksia)
ü  Kesulitan mengolah kata-kata atau kalimat
ü  Tidak ada atau tidak dapat berbicara
ü  Ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggunakan ekspresi tubuh atau wajah
Factor yang berhubungan :
ü  Perubahan pada system saraf pusat
ü  Perubahan pada harga diri atau konsep diri
ü  Penurunan sirkulasi ke otak
ü  Kondisi emosi
ü  Hambatan psikologis
ü  Efek samping obat


NOC
v  Komunikasi : Ekspresif
v  Komunikasi : Resepif
v  Pengolahan informasi

Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam hambatan komunikasi verbal teratasi dengan indicator :
·      Mampu menggunakan bahasa tertulis, lisan, atau non verbal
·      Menggunakan bahasa isyarat
·      Menggunakan gambar dan foto
·      Mampu bertukarpesan secara akurat dengan orang lain 

NIC
Peningkatan Komunikasi : Defisit Wicara
1.      Kaji dan dokumentasikan bahasa utama
2.      Kaji kemampuan untuk berbicara, mendengar, menulis, membaca dan memahami
3.      Bimbing komunikasi satu arah dengan tepat tahan diri untuk tidak berteriak kepada klien yang mengalami gangguan komunikasi
4.      Dengarkan dengan penuh perhatian
5.      Dorong klien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan
6.      Berikan perawatan dengan sikap yang rileks, tidak terburu-buru dan tidak menghakimi
7.      Gunakan penerjemah sesuai kebutuhan
8.      Beri penguatan terhadap kebutuhan tindak lanjut dengan ahli patologi wicara setelah pulang dari rumah sakit
Defisit Pendengaran
9.      Kaji respon terhadap sentuhan, jarak spasial, budaya dan peran pria dan wanita yang dapat mempengaruhi komunikasi
10.  Dapatkan perhatian klienyang mengalami penurunan pendengaran melalui sentuhan
11.  Gunakan kartu baca, kertas, pensil, bahasa tubuh dan lain-lain untuk memfasilitasi komunikasi dua arah yang optimal
12.  Berikan perawatan dengan sikap yang rileks, tidak terburu-buru dan tidak menghakimi
13.  Bantu klien/keluarga untuk mencari sumber bantuan untuk memperoleh alat bantu dengar
HE
14.   Jelaskan kepada klien yang mengalami penurunan pendengaran bahwa suara akan terdengar berbeda bila mneggunakan alat bantu dengar
15.  Beri anjuran kepada klien dan keluarga tentang penggunaan alat bantu bicara (misalnya prostetis trakeoesofagus dan laring buatan)
16.  Ajarkan bicara dari esofagus jika diperlukan
7.
Inkontinensi urine : refleks
Definisi
Kehilangan urine involunter pada interval yang dapat dipresiksi ketika tercapai volume kandung kemih tertentu
Batasan karakteristik
ü Ketidakmampuan untuk menghambat berkemih secara volunter
ü Ketidakmampuan untuk memulai berkemih secara volunter
ü Tidak ada sensasi penuh kandung kemih
ü Sensasi dorongan tanpa hambatan volunter kontraksi kandung kemih
Faktor yang berhubungan
ü Gangguan neurologis diatas lokasi pusat mikturisi pontine
ü Gangguan neurologis di atas lokasi pusat mikturisi sakral
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam klien dapat mengontrol pengeluaran urine dengan kriteria hasil :
ü Berkemih di tempat yang tepat
ü Berkemih >150 ml setiap kali berkemih
ü Mempertahankan pola berkemih yang dapat di duga.
ü Menunjukkan prosedur katerisasi intermiten mandiri

Pelatihan Kandung Kemih
1.     Pertahankan catatan khusus kontinensia selama tiga hari untuk menentukan pola berkemih.
2.     Tentukan interval jadwal eliminasi awal, berdasarkan pola berkemih dan rutinitas yang biasanya (misalnya, makan, bangun tidur, dan istirahat)
3.     Bantu pasien mencapai toilet dan dorong untuk melakukan eliminasi pada interval yang ditetapkan.
4.     Gunakan kekuatan sugesti (misalnya, air mengalir atau membilas toilet) untuk membantu pasien berkemih
5.     Hindari meninggalkan pasien di toilet selama lebih dari 5 menit
6.     Kurangi interval eliminasi selama setengah jam jika terdapat lebih dari dua episode inkontinensia selama 24 jam.
7.     Tingkatkan interval eliminasi selaam setengah jam jika pasien tidak mengalami episode inkontinensia dalam 48 jam hingga interval optimal setiap 4 jam dicapai.
HE
8.     Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala diarefleksia otonom yang dapat dilaporkan, seperti hipertensi berat, sakit kepala berat, diaforesis di atas area cedera, takikardia awitan mendadak.
9.     Ajarkan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan teknik membersihkan kateterisasi intermiten.
10. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (misalnya, demam, menggigil, nyeri pada paha, hematuria, dan perubahan pada konsistensi dan bau urine)
Kolaborasi
11. Rujuk ke perawat ahli terapi enterostoma untuk panduan membersihkan kateterisasi mandiri intermiten, jika perlu
12. Beri terapi antibakteri, sesuai program dokter, di awal kateterisasi intermiten.
8.
Inkontinensia Defekasi
Definisi
Perubahan pada pola kebiasaan defekasi normal dikarakteristikkan dengan pasase feses involunter
Batasan karakteristik
ü Ketidakmampuan menunda defekasi
ü Ketidakmampuan untuk mengenali dorongan untuk defekasi
ü Tidak perhatian terhadap dorongan defekasi
ü Mengenali fekal penuh tapi tidak mampu mengeluarkan feses padat
Faktor yang berhubungan
ü Faktor lingkungan (tidak mampu mengakses kamar mandi)
ü Penurunan umum tonus otot
ü Imobilisasi
ü Gangguan kognisi
ü Penurunan kontrol sfingter rektal
ü Kerusakan saraf motorik bawah
ü Kerusakan saraf motorik atas
ü Bowel elimination
ü Bowel incontinence
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan klien dapat mengontrol defekasi dengan kriteria hasil :
ü Dapat memperkirakan pola evakuasi feses
ü Mencari toilet sendiri sebelum defekasi
ü Pola makan dan aktivitas yang adekuat

Bowel incontinence care
1.     Identifikasi penyebab fisik dan psikis dari inkontinensia bowel
2.     Diskusikan prosedur dan dampaknya bersama pasien
3.     Instruksikan pasien / keluarganya untuk mencatat keluaran feses
4.     Jaga agar pakaian dan tempat tidur tetap bersih
5.     Monitor keadekuatan evakuasi bowel
6.     Monitor pemberian diet dan cairan
7.     Bersihkan area perianal dengan air dan sabun kemudian keringkan setelah proses defekasi

10.
Hambatan mobilitas fisik
Definisi :
Keterbatasan dalam pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh atau satu ektremitas atau lebih. Tingkat 2 : memerlukan bantuan dari orang lain untuk pertolongan, pengawasan atau pengajaran.
Batasan Karakteristik :
ü  Penurunan waktu reaksi
ü  Kesulitan membolak-balik posisi tubuh
ü  Dispnea saat beraktifitas
ü  Perubahan cara berjalan (misalnya penurunan aktifitas dan kecepatan berjalan, kesulitan untuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan dengan menyeret kaki, pada saat berjalan badan mengayuh ke samping)
ü  Tremor yang diinduksi oleh pergerakan
ü  Ketidakstabilan postur tubuh (saat melakukan rutinitas aktivitas kehidupan sehari-hari)
ü  Melambatnya pergerakan
Faktor yang berhubungan :
ü  Perubahan metabolisme sel
ü  Intoleran aktivitas dan penurunan kekuatan dan ketahanan
ü  Nyeri
ü  Gangguan neuromuscular
ü  Kaku sendi atau kontraktur
NOC
v  Ambulasi
v  Pergerakan Terkoordinasi
v  Mobilitas

Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam mobilitas fisik teratasi dengan indicator :
·      Melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari secara mandiri dengan alat bantu misalnya kursi roda
·      Meminta bantuan untuk aktifitas mobilisasi, jika diperlukan
·      Menggunakan kursi roda secara efektif

NIC
Aktifitas Keperawatan Tingkat 2
1.      Kaji kebutuhan belajar klien
2.      Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan dari lembaga kesehatan dirumah sakit dan alat kesehatan yang tahan lama
3.      Instrusikan klien untuk menyangga berat badannya
4.      Instrusikan dan dukung klien untuk menggunakan trapeze atau pemberat untuk meningkatkan serta mempertahankan kekuatan ektremitas atas
5.      Instrusikan klien untuk memperhatikan kesejajaran tubuh yang benar
6.      Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan mobilitas
7.      Gunakan sabuk penyongkong saat memberikan bantuan ambulasi atau perpindahan
8.      Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu klien jika diperlukan
HE
9.      Ajarkan dan dukung klien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
10.  Ajarkan dan bantu klien dalam proses berpindah (misalnya dari tempat tidur ke kursi roda) yang aman
11.  Ajarkan klien dan keluarga untuk miring kiri dan miring kanan setiap 2 jam
11.
Gangguan Citra Tubuh
Definisi
Konfusi dalam gambaran mental tentang diri-fisik individu
Batasan karakteristik
ü Perilaku mengenali tubuh individu
ü Perilaku menghindari tubuh individu
ü Perilaku memantau tubuh individu
ü Respons nonverbal terhadap perubahan aktual tubuh (mis; penampilan, fungsi, tubuh)
ü Respon nonverbal terhadap persepsi perubahan pada tubuh (mis; penampilan, struktur, fungsi)
ü Perubahan aktual pada fungsi
ü Perubahan aktual pada struktur
ü Perubahan dalam keterlibatan sosial
Batasan karakteristik
ü Kognitif
ü Penyakit
ü psikososial
Setelah dilakukan askep …. jam klien mengalami peningkatan body image dan menyesuaikan diri dengan perubahan kehidupan klien dengan criteria :
ü Mau menerima penampilannya
ü Percaya diri
ü Kepuasan dengan keadaan tubuh
ü Mengenali perubahan aktual tubuh
Perkembangan anak
1.     Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan oleh klien
2.     Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan sacara mental dan spiritual
3.     Bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi kekuatan dan mengenali keterbatasan mereka
Peningkatan Body Image
4.     Tentukan harapan klien tentang citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
5.     Tentukan apakah persepsi ketidaksukaan terhadap karakteristik fisik tertentu membuat disfungsi paralisis sosial pada remaja dan pada kelompok resiko tinggi lainnya
6.     Diskusikan dengan klien tentang perubahan dirinya
7.     Bantu klien dalam memutuskan tingkat actual perubahan dalam tubuh atau level fungsi tubuh
8.     monitor frekuensi pernyataan klien
9.     berikan dukungan dan suport mental serta spiritual.
HE
10. Ajarkan tentang cara merawat dan perawatan diri , termasuk komplikasi kondisi medis
12.
Defisit Perawatan Diri (Mandi, Berpakaian, Makan, Eliminasi)
Definisi:
Hambatan kemampuan untuk melakukan untuk memenuhi aktivitas higiene.
Batasan Karakteristik:
ü Ketidakmampuan untuk mandi
ü Ketidakmampuan untuk berpakaian
ü Ketidakmampuan untuk makan
ü Ketidakmampuan untuk toileting
Faktor yang Berhubungan:
ü Gangguan kognitif
ü Penurunan motivasi
ü Keletihan
ü Gangguan muskuloskeletal
ü Gangguan neuromuskular
ü Gangguan persepsi
ü Kelemahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien mampu memenuhi perawatan diri dengan criteria hasil (NOC):
ü Klien terbebas dari bau badan
ü Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan aktivitas
ü Dapat melakukan aktivitas dengan bantuan
Observasi
1.     Kaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu
2.     Kaji membran mukosa oral dan kebersihan tubuh setiap hari.
3.     Dukung kemandirian dalam melakukan mandi dan higiene oral, bantu klien jika hanya diperlukan
4.     Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan
5.     Dukung klien untuk mengatur langkahnya sendiri selama perawatan diri
Health Education:
6.     Anjurkan klien/keluarga untuk penggunaan metode alternatif untuk mandi dan higiene oral
13.
Defisiensi pengetahuan
Definisi
Tidak ada atau kurang informasi kognitif tentang topik tertentu
Batasan karakteristik
ü Subjektif
ü  Mengungkapkan masalah secara verbal
ü Objektif
ü  Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat
ü  Perfoma uji tidak akurat
ü  Perilaku yang tidak sesuai atau telalu berlebihan
Faktor yang berhubungan
ü Keterbatasan kognitif
ü Kesalahan dalam memahami informasi yang ada
ü Kurang pengalaman
ü Kurang perhatian didalam belajar
ü Kurang kemampuan mengingat kembali
ü Kurang familier dengan sumber-sumber informasi
NOC
Pengetahuan

Setelah di lakukan tindakan keperawatan ....x 24 jam pasien dapat menunjukkan pemahamannya tentang penyakit yang dapat dibuktikan ;
·    Pengetahuan:
ü Pasien dan keluarga akan mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan tentang program terapi
ü Pasien akan memperlihatkan kemampuan
Penyuluhan individual
1.     Tentukan kebutuhan belajar pasien
2.     Lakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini
3.     Tentukan kemampuan pasien untuk mempelajari informasi khusus
4.     Tentukan motivasi pasien untuk mempelajari informasi tertentu
Penyuluhan : prosedur/terapi
5.    Beri informasi tentang sumber-sumber komunitas yang dapat menolong pasien dalam mempertahankan program terapi
6.    Rencanakan penyesuaian dalam terapi bersama pasien dan dokter untuk memfasilitasi kemampuan pasien untuk mengikuti program terapi
HE
7.    Beri penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman pasien
8.     Bina hubungan saling percaya
9.     Gunakan berbagai pendekatan penyuluhan, rekomendasi, dan berikan umpan balik secara verbal dan tertulis
10. Beri waktu pada pasien untuk mengajukan beberapa pertanyaan
14.
Resiko Jatuh
Definisi
Peningkatan kerentanan untuk jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik
Faktor resiko
Anak-anak
ü Umur < 2 tahun
ü Lokasi tempat tidur di dekat jendela
ü Kurang pengendalian pergerakan
ü Ketiadaan pintu pada tangga
ü Kurangnya pengawasan orangtua
ü Laki-laki ketika < 1 tahun
ü Bayi tidak terawat pada permukaan alasnya ( mis: tempat tidur bayi, ganti alas          meja
Kognitif
ü Status mental berkurang
Lingkungan
ü Kekacauan Lingkungan
ü Ruangan yang samar
ü Ruangan yang tidak dikenal
Fisiologis
ü Penurunan kekuatan secara ekstrim
ü Kesulitan berjalan
ü Masalah-masalah pada kaki
ü Kesulitan-kesulitan mendengar
ü Lemahnya keseimbangan
ü Lemahnya mobilitas fisik
ü Kesulitan-kesulitan visual
Tujuan:
ü Sensory Function : Vision
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan klien dapat memperlihatkan :
ü Sensory Function :Vision
Dengan indicator
ü Ketajaman penglihatan pusat (kiri) (5)
ü Ketajaman penglihatan pusat (kanan)(5)
ü Ketajaman penglihatan peripheral (kiri) (5)
ü Ketajaman penglihatan (kanan) (5)
ü Bidang penglihatan pusat (kanan) (5)
ü Bidang penglihatan pusat (kiri) (5)
ü Bidang penglihatan peripheral (kanan) (5)
ü Bidang penglihatan peripheral (kiri) (5)
ü Respons visual terhadap stimulus  (5)
ü Cahaya lampu (5)
ü Cahaya “halo” di sekitar (5)
ü Penglihatan kabur (5)
ü Kabur siang hari(5)
ü Sakit kepala(5)
Keterangan: [1 :  deviasi parah dari rentang normal , 2 : deviasi berat dari rentang normal , 3 : devias sedang dari rentang normal  , 4 : deviasi ringan dari rentang normal;  5 : Tidak ada deviasi dari rentang normal ]
Eye Care
1.    Monitor kemerahan, atau ulserasi
2.    Menginstruksikan pasien untuk tidak menyentuh mata
Fall Prevention
3.    Indentifikasi deficit kognitif dan physical dari pasien yang menunjukkan potensial terjadinya jatuh, pada lingkungan
4.    Identifikasi hal-hal dan factor penyebab terjadinya jatuh
5.    Identifikasi karakteristik likngkungan dimana terjadi potensial terjatuh
6.    Anjurkan pasien untuk menggunanakan tongkat, yang sesuai
7.    Instruksikan pasien bagiamana menggunakan tongkat
Medication Administration : Eye
8.    Catat riwayat kesehatan pasien
9.    Memberitahukan kepada pasien tentang metode pemberian, serta meberitahukan kepada pasien tentang pengetahuan medikasi
10.             Memposisikan pasien supinasi atau duduk diatas kursi dengan kepela ditengadahkan
11.             Menginstruksikan kepada pasien untuk menutup maata secara lembut untuk membantu distribusi medikasi
12.             Monitor untuk local, sistemik, dan efek kurang baik dari pengobatan
13.             Dokumentasi pemberian medikasi dan respon pasien.
Environmental Management : Comfort
14.             Tentukan tujuan utama keluarga dan pasien untuk memanajemen lingkungan dan kenyamanan
15.             Menyediakan ruangan tersendiri untuk pasien dan keluarga untuk tidur yang lebih tenang
16.             Menyesuaikan pencahayaan dan menghindari langsung cahaya padamata
17.             Memberikan hal yang relevan dan memberikan pendidikan mengenai manajemen cedera kepada pasien dan keluarga, sesuaikan
HE
18.             Ajari pasien untuk meminimalisir injury jika terjatuh
19.             Edukasi pada anggota keluarga tentang factor resikoterjadinya jatuh dan bagaimana mereka dapat mengurangi resikonya
20.             Ajari dan monitor tekhnik administrasi sendiri, yang sesuai
Kolaboratif :
21.             Memberikan obat mata/ tetes mata yang sesuai



DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth’s. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 volume 2. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.
Corwin,  Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Dian Nastiti. 2015. STROKE ( Askep Stroke pdf 2012)    http://repository.ui.ac.id/bitstream/123456789/1982/1/bedah iskandar%20japardi31. pdf diakses22 September 2015  pukul 11.00 WITA.
Anonim. 2015. http://nardinurses.files.wordpress.com/2008/01/asuhan-keperawatan-pasien-dengan-stroke-hemoragik2.pdf diakses pada tanggal 21 September 2015 pukul 20.00 WITA.
Anonim. 2015. http://nardinurses.files.wordpress.com/2008/01/asuhan-keperawatan-strore-hemoragik.pdf diakses pada tanggal 21 September 2015 pukul 20.00 WITA.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar